PENGERTIAN DEGRADASI
Degradasi adalah perubahan yang mengarah
kepada kerusakan di muka bumi. Degradasi berarti penurunan kualitas
maupun perusakan lahan. Degradasi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah pencemaran lingkungan, salah satunya
pencemaran limbah cair yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Oleh
karena itu, untuk menyeimbangkan tatanan ekosistem kehidupan diperlukan
sistem pengolahan limbah yang mudah diterapkan dan murah. Menurut
Lasonearth (2010), sistem pengolahan limbah yang murah dan mudah
diterapkan adalah pembersihan, injeksi, dan bioremediasi.
PENGERTIAN BIOREMEDIASI
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu
bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam
menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi merupakan
pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan
proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001),
bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi
lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi
masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan, bioremediasi
adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan dengan
memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah
khamir, fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.
Selain mikroorganisme, ternyata dapat
pula memanfaatkan tanaman air sebagai bioremediasi. Menurut Stowell
(2000) dalam Yusuf (2008), tanaman air memiliki kemampuan secara umum
untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan
sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.
Proses pengolahan limbah cair oleh
mikroba dalam mendegradasi senyawa kimia yang berbahaya di lingkungan
sangat penting. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa
kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai
proses oksidasi (Munir, 2006). Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air
dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.
Saat terjadinya bioremediasi, enzim-enzim
yang diproduksi oleh mikroba memodifikasi senyawa kimia berbahaya
dengan mengubah struktur kimianya biasa disebut biotransformasi. Pada
banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, di mana
senyawa kimia terdegradasi, strukturnya tidak kompleks dan akhirnya
menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Aguskrisno,
2011).
PROSES BIOREMEDIASI
Mikroba dalam mengolah senyawa kimia
berbahaya dapat berlangsung apabila adanya mikroba yang sesuai dan
tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti
suhu, pH, nutrient, dan jumlah oksigen. Aplikasi bioremediasi di
Indonesia mengacu pada keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
128 Tahun 2003 mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis
pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara
biologis. Bioremediasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.
Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak
mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah (Suhardi, 2010).
Teknologi bioremediasi dalam menstimulasi pertumbuhan mikroba dilakukan dengan dua cara yaitu
- Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar (Suhardi, 2010).
- Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
- Bioremediasi intrinsik terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
“Bioremediasi Limbah Pestisida Dengan Mikroba Indigen”
Mikroba indigen merupakan mikroba alamiah
atau mikroba setempat. Pada lahan pertanian, penggunaan pestisida yang
berlangsung lama akan menekan pertumbuhan mikroba indigen yang berfungsi
untuk merombak senyawa toksik (organofosfat) tersebut. Karena itu,
diperlukan pengisolasian mikroba di laboratorium. Organofosfat merupakan
pestisida yang memiliki toksisitas yang tinggi. Pestisida golongan
organofosfat merupakan jenis pestisida yang banyak digunakan di
Indonesia, khususnya untuk mengendalikan hama sayuran dan padi. Senyawa
aktif pestisida golongan organofosfat seperti metil parathion. Menurut
Lakshmirani dan Lalithakumari (1994) dalam Tisnadjaja (2001), Pseudomonas putida
mampu untuk menggunakan metil parathion sebagai sumber karbon dan
sumber fosfor dalam pertumbuhannya. Pada tahap pertama dari proses
degradasi, enzim organofosforus acid anhudrase yang dikeluarkan oleh P. putida
menghidrolisis metil parathion menjadi p-nitrophenol. Sementara
p-nitrophenol dikonversi lebih lanjut menjadi hydroquinone dan 1,2,4
benzenetriol yang akan dirubah lebih lanjut menjadi maleyl acetate.
Pseudomonas putida mampu tumbuh
dalam media sederhana (LB) dengan mengorbankan berbagai macam senyawa
organik dan mudah diisolasi dari tanah (batubara, tembakau) dan air
tawar. Pertumbuhan optimalnya antara 25-30⁰C. P. putida mampu mendegradasi benzena, toluena, dan Ethylbenzene (Genome, 2011).
Perlu dipahami bahwa tingkat pertumbuhan
mikroba yang lebih baik tidak selalu diikuti oleh terjadinya proses
degradasi yang tinggi, namun begitu bila pertumbuhan terlalu rendah maka
tidak akan terjadi proses biodegradasi yang signifikan. Tingkat
ketersediaan glukosa sebagai sumber karbon dalam media menpunyai
pengaruh nyata pada tingkat degradasi, hal ini berkaitan dengan tingkat
pertumbuhan yang dicapai (Tisnadjaja, 2001).
Selain masalah di atas, enzim-enzim
degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi
degradasi polutan yang tidak alami, kelarutan polutan dalam air sangat
rendah, dan polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau
partikel tanah. Selain itu, pengaruh lingkungan seperti pH, temperatur,
dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan
proses bioremediasi (Munir, 2006).
Pengembangan Proses Bioremediasi Secara Ex-Situ
Dalam pengembangan proses bioremediasi
residu pestisida metidation telah dilakukan percobaan dalam skala
erlenmeyer dengan menggunakan air limbah yang di ambil dari selokan
sekitar areal tanaman bawang merah di daerah Brebes sebagai bahan dasar
media. Untuk menunjang tingkat pertumbuhan mikroba, ke dalam air limbah
ditambahkan nutrisi dengan komposisi urea 2 g/l, KH2PO4 1 g/l, K2HPO4
1,5 g/l, glukosa 5 g/l dan pH awal media tercatat 7,41. Sementara
konsentrasi metidation yang ditambahkan adalah 100 ppm. Dalam percobaan
ini dilakukan variasi kondisi sebagai berikut:
- Media disterilisasi dan dibiarkan tanpa inokulasi (A1)
- Media tidak disterilisasi dan juga tidak diinokulasi (B1)
- Media disterilisasi dan kemudian diinokulasi dengan isolat 3 (A2)
- Media tidak disterilisasi dan diinokulasi dengan isolat 3 (B3)
Dari pengamatan terhadap laju dan tingkat
pertumbuhan mikroba yang diamati dengan mengukur OD, terlihat bahwa
pada A1 tidak ada pertumbuhan sementara pada B1 ada pertumbuhan yang
cukup nyata. Ini menunjukkan adanya pertumbuhan dari mikroba indigen
yang ada dalam air limbah. Sementara dari perbandingan tingkat
pertumbuhan antara A2 dan B2, terlihat bahwa sampai 72 jam waktu
inkubasi pada B2 terjadi tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, tapi
pada waktu inkubasi lebih lama atau mulai jam ke 90, terlihat bahwa
tingkat konsentrasi sel pada A2 lebih tinggi dibanding B2. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan adanya persaingan dari beberapa mikroba dalam
memanfaatkan nutrisi telah menyebabkan nutrisi tersebut cepat habis dan
selanjutnya mengalami kematian dari mikroba-mikroba tersebut
(Tisnadjaja, 2001).
Proses Mikroba Mendegradasi senyawa Hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon aromatis polisiklis
(PAH) dalam minyak memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Efek toksik
dari hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berlangsung melalui larutnya
lapisan lemak yang menyusun membran sel, sehingga menyebabkan hilangnya
cairan sel atau kematian terhadap sel (Rosenberg and Ron, 1998) dalam
Munir (2006). Ketahanan PAH di lingkungan dan toksisitasnya meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya (Mueller et al. 1998)
dalam Munir (2006). Beberapa golongan mikroorganisme telah diketahui
memiliki kemampuan dalam memetabolisme PAH. Bakteri dan beberapa alga
menggunakan dua molekul oksigen untuk memulai pemecahan cincin benzena
PAH, yang dikatalis oleh enzim dioksigenase untuk membentuk molekul cis-dihidrodiol.
Kebanyakan jamur mengoksidasi PAH melalui pemberian satu molekul
oksigen untuk membentuk senyawa oksida aren yang dikatalisis oleh
sitokrom P-450 monooksigenase. Pada jamur busuk putih, bila terdapat
H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu
elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon (Cerniglia
and Sutherland, (2001) dalam Munir (2006)). Cincin benzena yang sudah
terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain
dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi.
KEUNTUNGAN BIOREMEDIASI
- Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
- Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
- Tidak melakukan proses pengangkatan polutan.
- Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa kimia yang
berbahaya yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar,
jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan.
sumber : kamriantiramli
sumber : kamriantiramli
0 komentar:
Posting Komentar